Wednesday, July 15, 2009

HATI KE HATI : IBU

*) Renungan oleh : Ibu Justina Ruly S
**) Kredit Foto : Google Image

Share on Facebook

Bulan Juli tahun ajaran baru, Bapak Ibu yang putra-putrinya masuk ke jenjang sekolah lebih tinggi, entah SD, SMP, SMU , atau yang lebih tinggi pasti sudah mulai “ribet” dari dulu. Ada yang sejak bulan Maret, Februari bahkan ada yang dari Januari sudah mulai proses penerimaan siswa baru. Di bulan Juni saya belanja di bazar sekolah membeli seragam dan buku pelajaran untuk 2 anak sekaligus, wuaduh terasa benar cashflow rumah tangga jadi terganggu.
” Kalau Ibu sih enak...dua-duanya kerja, tidak perlu pusing pas negosiasi sumbangan pendidikan.” begitu ujar mama teman Seno yang sama-sama daftar SD. Glek... saya cuma bisa menelan ludah, spechless habis. Puji Tuhan, orang-orang melihat dari sisi enaknya seorang Ibu bekerja, berangkat rapi, mungkin juga wangi, bertemu banyak relasi dan terima gaji. Tapi pernahkah membayangkan di balik sisi enaknya itu ada P4- pergi pagi pulang petang, ritual pagi dengan rengekan anak , ”Ibu jangan kerja...”, cuti tahunan yang tidak pernah dinikmati karena habis terpotong untuk anak sakit, ambil rapor atau menggantikan pembantu yang pulang kampung, perasaan sungkan dengan teman sekantor karena ”teng-go” tepat waktu pulang (”Pindah kerja di rumah.”, begitu saya sampaikan kalau di lift bertemu teman yang menyapa ” Pulang Bu?”... ya iyalah pulang masa mau nginep di kantor...), rasa bersalah kehilangan momen-momen istimewa dalam hidup anak-anak, betapa inginnya saya sehari 30 jam supaya bisa punya lebih banyak waktu bersama anak-anak.
Jangan salah, saya juga suka ”sirik” melihat ibu-ibu sambil menunggu anak sekolah bisa mengisi waktu dengan senam, bertukar gosip terbaru dari infotaiment tentang Manohara atau Cici Paramida. Atau kalau pas keluar makan siang melihat ibu-ibu gaul arisan di mall, ” Lihat tuh emak-emak di sana, enak juga tuh jam segini nyantai arisan dan ngegosip. Benar-benar pembagian kerja yang adil, suaminya nyari uang, istrinya yang menghabiskan uang...,” begitu bisik teman sekantor saya. ”Iya tuh, kasihan suaminya kan kalau duitnya gak habis-habis.. hehe... Ah kita aja yang sirik kaleee...” begitu ujar saya. Kami berpandangan dan tertawa, Iya juga sih, sementara ibu-ibu tersebut masih asyik menggelar entah perhiasan, parfum atau baju butik, kami sudah harus tergopoh-gopoh kembali ke kantor untuk kerja lagi. Budaya kerja Bung, tidak boleh masuk atau balik ke kantor telat. Kalau pulang dari kantor telat baru tidak apa-apa. Huh... bagaimana kami para ibu bekerja tidak jadi ”sirik” kronis???
Kalau sekarang saya membayangkan enaknya jadi ibu rumah tangga, hanya karena saya sekarang bukan di posisi tersebut. Saya pernah off dari kantor untuk cuti belajar selama 2 tahun.. merasakan segala kerepotan mengurus rumah dan anak-anak... pekerjaan yang tidak ada habis-habisnya. Saya acungkan dua jempol (kalau perlu empat jempol dengan jempol kaki) untuk ibu rumah tangga. Benar juga kalau ada yang bilang ” Motherhood is a tough 24 hours job: No pay, no day off, often unappreciated dan yet resignation is imposible..” Ya iyalah, kalau di kantor saya ada program pensiun dini, mana bisa kalau bosan jadi ibu terus bilang, “ saya mau resign saja deh…”
Begitu juga mama teman Seno yang menyatakan enaknya Ibu bekerja, pasti juga dalam posisi bukan sebagai ibu bekerja. Hidup adalah pilihan dan tiap pilihan pasti membawa konsekuensi serta risiko yang harus dihadapi. Pernah dengar ungkapan “ Rumput di halaman rumah tetangga selalu lebih hijau dari rumah sendiri” ? Itu membuat kita jadi kurang bersyukur.

Beberapa hal yang sering membuat kita tak bersyukur antara lain, pertama kita sering memfokuskan diri pada apa yang kita inginkan, bukan pada apa yang kita miliki.
Kedua kita cenderung membanding-bandingkan diri dengan orang lain. Kita merasa orang lain lebih beruntung. Padahal di manapun kita, selalu ada orang yang menurut kita lebih pandai, lebih tampan, lebih cantik, lebih kaya, lebih ini dan itu.
Ketiga kita cenderung tidak pernah mencukupkan diri dan serakah. Bagaimana tidak serakah coba, kalau saya pengen punya banyak waktu luang, bisa selalu mendampingi anak-anak, praktek resep masakan baru, tapi pas bosan di rumah tetap punya kesempatan untuk aktualisasi diri, bersosialisasi dan membangun relasi. Pengennya punya uang pas, tidak berlebihan: pas pengen jalan-jalan ada uangnya, pas pengen beli mobil ada uangnya, pas mau ganti hp ada uangnya, pas pengen beli berlian ada uangnya... hahaha...semua orang juga mau begitu Bu...

Bersyukur, kata kunci untuk berdamai dengan diri sendiri. Menuliskan dan menyatakannya memang mudah, tapi tidak semudah itu untuk menjalankannya... berjuang dan terus berusaha untuk bersyukur...bersyukur... bersyukur...

J Ruly S

Wednesday, June 10, 2009

Barnabas Wage.

*) Oleh : Fr. Karyo Sanyoto - Kredit Foto : Google Image


Share on Facebook

Siang menjelang sore hari dimeja kantor, istri menelepon dari rumah dan bercerita bahwa ada seekor kucing melahirkan didepan pagar rumah sebelah. Setelah melahirkan, si induk pergi meninggalkan si bayi dan tidak kembali. Karena kondisi hujan, istri dan anak saya hanya sebentar saja melihat sibayi kucing. Anak saya yang memang senang mendengarkan suara kucing sangat girang melihat dan mendengarkan meong meong si anak kucing itu. Anak kucing itu katanya berwarna hitam dan sangat kecil.

Malam menjelang dini hari, ditengah gerimis, saya mendengar suara anak kucing menjerit menangis, mengeong ngeong, seperti jerit kedinginan, kelaparan dan ketakutan. Ya, suara itu –dibenarkan oleh istri- adalah dari sibayi kucing yang tadi sore… Ya Tuhan…saya terhenyak. Selama ini, Kucing saya kategorikan sebagai salah satu hewan yang kurang menarik, namun malam itu, entah bagaimana, saya tergerak. Saya ambil senter dan mencari suara itu. Ternyata benar, ada seekor bayi kucing yang sangat kecil, basah kuyup, sambil meronta diantara sampah dari tong yang ambruk. Dia hitam, kusam, basah, matanya masih terpejam, sementara kaki kakinya berusaha berontak dari lilitan tali plasenta! Saya berpikir sejenak dan memberanikan mendekatinya. Atas dorongan istri…saya mengambil bayi kucing itu, memotong tali plasentanya, memberinya kain bekas untuk selimut, meletakkannya dimangkok bekas, dan karena gerimis, bayi kucing itu saya bawa ke dalam rumah agar tidak basah. Setelah cukup hangat oleh lampu belajar, istri membuat susu dan berusaha menyuap dengan pipet ke dalam mulut si bayi kucing. Selang setengah jam, si bayi kucing tenang dan terlelap.

Menjelang tidur, saya memberi nama si bayi dengan nama Barnabas Wage, Barnabas karena dia lahir menjelang tanggal 11 Juni (St. Barabas Rasul), dan Wage karena lahirnya adalah Rabu Wage. Demikianlah, malam itu Barnabas terlelap dalam malam pertamanya sebagai makluk ciptaannya. Sebelum Barnabas terlelap, saya melihat kesedihan dalam nafas Barnabas yang terengah engah dan meronta, seperti menahan sakit dan takut karena tidak menemukan induknya.

Pagi hari buta, istri saya mengabarkan bahwa Barnabas telah tiada. Tuhan telah memanggil Barnabas. Seketika saya kaget dan trenyuh. Rupanya Tuhan berkehendak lain. Saya pun segera beranjak, dan benar, mendapati Barnabas sudah tiada. Saya membungkusnya dan me-larung di-kali Irigasi Prima Harapan pagi itu juga.

Tuhan, kami semakin percaya, setiap makhluk Kau ciptakan dengan sukacita karya indah-Mu. (Baca : Aku percaya – yang kelihatan dan tak kelihatan dan PS 672 : Lagu Hai Makhluk Semua). Engkau juga berkuasa penuh untuk mencipta dan mengakhiri hidupnya. Kini, kami yakin, Barnabas telah berada dalam kehangatan kasih sayangmu. Ajarilah kami untuk selalu berbagi kasih kepada semua ciptaan-Mu. Amin

Sunday, April 12, 2009

Paskah

*) Oleh : Bp. A. Joko Sukirno
“ SELAMAT HARI PASKAH ”
Paskah (bahasa Yunani: Paskha)
adalah perayaan terpenting dalam tahun liturgi gerejawi Kristen. Bagi umat Kristen, Paskah identik dengan Yesus, yang oleh Paulus disebut sebagai "anak domba Paskah"; jemaat Kristen mula-mula hingga saat ini percaya bahwa Yesus disalibkan, mati dan dikuburkan, dan pada hari yang ketiga bangkit dari antara orang mati. Paskah merayakan hari kebangkitan tersebut dan merupakan perayaan yang terpenting karena memperingati peristiwa yang paling sakral dalam hidup Yesus.

Paskah juga merujuk pada masa di dalam kalender gereja yang disebut masa Paskah, yaitu masa yang dirayakan dulu selama empat puluh hari sejak Minggu Paskah (puncak dari Pekan Suci) hingga hari Kenaikan Yesus namun sekarang masa tersebut diperpanjang hingga lima puluh hari, yaitu sampai dengan hari Pentakosta (yang artinya "hari kelima puluh" - hari ke-50 setelah Paskah, terjadi peristiwa turunnya Roh Kudus). Minggu pertama di dalam masa Paskah dinamakan Oktaf Paskah oleh Gereja Katolik Roma. Hari Paskah juga mengakhiri perayaan Pra-Paskah yang dimulai sejak empat puluh hari sebelum Kamis Putih, yaitu masa-masa berdoa, penyesalan, dan persiapan berkabung.
Paskah merupakan salah satu hari raya yang berubah-ubah tanggalnya (dalam kekristenan disebut dengan perayaan yang berpindah) karena disesuaikan dengan hari tertentu (dalam hal ini hari Minggu), bukan tanggal tertentu di dalam kalender sipil. Hari raya-hari raya Kristen lainnya tanggalnya disesuaikan dengan hari Paskah tersebut dengan menggunakan sebuah formula kompleks. Paskah biasanya dirayakan antara akhir bulan Maret hingga akhir bulan April (ritus Barat) atau awal bulan April hingga awal bulan Mei (ritus Timur) setiap tahunnya, tergantung kepada siklus bulan. Setelah ratusan tahun gereja-gereja tidak mencapai suatu kesepakatan, saat ini semua gereja telah menerima perhitungan Gereja Aleksandria (sekarang disebut Gereja Koptik) yang menentukan bahwa hari Paskah jatuh pada hari Minggu pertama setelah Bulan Purnama Paskah, yaitu bulan purnama pertama yang hari keempat belasnya ("bulan purnama" gerejawi) jatuh pada atau setelah 21 Maret (titik Musim Semi Matahari/vernal equinox gerejawi)
Minggu Paskah bukan perayaan yang sama, namun masih berhubungan dengan, Paskah Yahudi (bahasa Ibrani: Pesakh) dalam hal simbolisme dan juga penanggalannya. Bahasa Indonesia tidak memiliki istilah yang berbeda untuk Paskah Pesakh (Yahudi) dan Paskah Paskha (Kristen) sebagaimana beberapa bahasa Eropa yang mempunyai dua istilah yang berbeda, oleh sebab itu kata Paskah dapat memiliki dua arti yang berbeda di dalam bahasa Indonesia.
Banyak elemen budaya, termasuk kelinci Paskah dan telur Paskah, telah menjadi bagian dari perayaan Paskah modern, dan elemen-elemen tersebut biasa dirayakan oleh umat Kristen maupun non-Kristen.
Sumber : Wikipedia

Thursday, March 19, 2009

Gerakan Dirigen, Birama dan Tempo

Gerakan Dirigen, Birama dan Tempo
Beberapa waktu lalu, dalam sebuah latihan koor ala Ant-IV, ada seorang rekan yang bersiskusi masalah ketuk mengetuk dengan Ibu Agus (dirigen). Bersadarkan ilmu pakem musik (yang juga sudah benar dilakukan oleh Ibu Agus), berikut beberapa hal simple dan umum yang patut kita hafalkan :
Gerakan Birama 2/2 atau Two-two times: walk tempo.
Gerakan Birama 3/4 atau Three-four times: waltz tempo.
Gerakan Birama 4/4 atau Four-four times: quick tempo.
Gerakan Birama cepat (6/8 dst) atau Quick tempo: very quick tempo.(jarang digunakan)

Berikut gambar gerakan tangannya :

Mengenai Tempo / jumlah ketukan (dalam bahasa Inggris biasa disebut Beat per minute / BPM) dapat dibagi menjadi :

Jumlah Ketukan Dalam Satu Menit 40 - 60 Istilah Largo
Jumlah Ketukan Dalam Satu Menit 60 - 66 Istilah Larghetto
Jumlah Ketukan Dalam Satu Menit 67 – 76 Istilah Adagio
Jumlah Ketukan Dalam Satu Menit 77 – 108 Istilah Andante
Jumlah Ketukan Dalam Satu Menit 109 – 120 Istilah Moderato
Jumlah Ketukan Dalam Satu Menit 121 – 168 Istilah Allegro
Jumlah Ketukan Dalam Satu Menit 169 – 200 Istilah Presto
Jumlah Ketukan Dalam Satu Menit 200 - 208 Istilah Prestissimo

Ketukan sangat mempengaruhi kecepatan (tempo) lagu. Makin besar angka ketukan yang tertulis, berarti cara menyanyikannya harus semakin epat. Demikian berlaku sebaliknya. Untuk mempelajari jenis tersebut diatas, paling enak melihat kiri atau kanan atas sebuah teks lagu, yang dengan jelas selalu menunjukkan birama dan tempo… Selamat mencoba (Kar San)

Monday, March 9, 2009

MARI BERTANGGUNGJAWAB ..... !

*) Oleh A. Joko Sukirno
Terbentuknya keluarga sebagai Gereja Kecil atau umat basis kecil diharapkan membuat umat basis di paroki semakin kokoh, dan persaudaraan di tengah masyarakat semakin subur sehingga kepedulian terhadap masalah nasional juga muncul. Kerusakan lingkungan hidup seperti gundulnya hutan, tanah longsor, banjir dan naiknya panas bumi dll, hanya dapat diatasi kalau kita semua bertanggungjawab. Gerakan ketenagakerjaan, penghijauan, peresapan air dan mengelola sampah supaya bergun, memang gerakan kecil. Namun itu mengingatkan akan tanggungjawab kita terhadap kehidupan social, politik yang lebih luas ( Surat Gembala Prapaska 2009)

PUASA DAN PANTANG (WWW.GEOCITIES.COM)
PUASA?
Puasa adalah salah satu bentuk penyangkalan diri. Orang-orang kristen menyangkal diri dalam hal makanan, minuman, tidur atau kesenangan. Bukan karna tubuh itu jahat atau tubuh itu harus dihukum melainkan :
1. Sebagai suatu bentuk doa permohonan kepada Allah
2. Untuk mengingatkan kita akan kebaikan Allah dan ketergantungan kita yang total kepadaNya.
3. Untuk melepaskan diri kita sementara waktu dari sesuatu hal yang baik dari dunia ini agar lebih dapat berpusat kepada Allah dan untuk mendengarkan Dia berbicara kepada kita dengan lebih jelas. ( Mk 2:13-20 ; Kis 13:2 ; 14:23 ; 2Kor 11:27).
Penguasaan diri yang berasal dari praktek penitensi ini membebaskan kita untuk mengikuti Allah dengan lebih mudah.

PANTANG?
Untuk tidak makan daging selama beberapa waktu lamanya. Ini meupakan ciri penyangkalan diri yang khusus. ( Bisa ditambahan juga bahwa pantang adalah tidak makan atau minum atau tidak melakukan hal-hal yang menjadi kegemaran an kesukaan atau kebiasaan untuk merasa puas diri dan senang )
SILIH? Silih adalah perbuatan penyangkalan diri atau mati raga tidak hanya dalam makanan melainkan juga dalam bidang-bidang yang lain. Itu juga termasuk doa dan perbuatan cinta, khususnya memberi derma, yaitu uang kepada mereka yang berkebutuhan. ( Biasanya dengan intensi/maksud tertentu mis. silih atas dosa-dosa pribadi atau untuk pertobatan orang berdosa ).

Bilamanakah orang-orang Katolik itu harus berpuasa?
Orang-orang Katolik didorong untuk lebih bertanggungjawab dalam hal ini dan menjalankan silih dengan sukarela. Pedoman puasa dan pantang untuk masa prapaska menetapkan hari Rabu Abu dan Jumat Agung sebagai hari pantang dan puasa dan semua hari Jumat dalam masa prapaska sebagi hari silih. Namun demikian hukum kanon yang baru masih mendorong orang-orang Katolik untuk berpuasa secara sukarela pada setiap hari Jumat.