*) Oleh : Fr. Karyo Sanyoto - Kredit Foto : Google Image
Share on Facebook
Siang menjelang sore hari dimeja kantor, istri menelepon dari rumah dan bercerita bahwa ada seekor kucing melahirkan didepan pagar rumah sebelah. Setelah melahirkan, si induk pergi meninggalkan si bayi dan tidak kembali. Karena kondisi hujan, istri dan anak saya hanya sebentar saja melihat sibayi kucing. Anak saya yang memang senang mendengarkan suara kucing sangat girang melihat dan mendengarkan meong meong si anak kucing itu. Anak kucing itu katanya berwarna hitam dan sangat kecil.
Malam menjelang dini hari, ditengah gerimis, saya mendengar suara anak kucing menjerit menangis, mengeong ngeong, seperti jerit kedinginan, kelaparan dan ketakutan. Ya, suara itu –dibenarkan oleh istri- adalah dari sibayi kucing yang tadi sore… Ya Tuhan…saya terhenyak. Selama ini, Kucing saya kategorikan sebagai salah satu hewan yang kurang menarik, namun malam itu, entah bagaimana, saya tergerak. Saya ambil senter dan mencari suara itu. Ternyata benar, ada seekor bayi kucing yang sangat kecil, basah kuyup, sambil meronta diantara sampah dari tong yang ambruk. Dia hitam, kusam, basah, matanya masih terpejam, sementara kaki kakinya berusaha berontak dari lilitan tali plasenta! Saya berpikir sejenak dan memberanikan mendekatinya. Atas dorongan istri…saya mengambil bayi kucing itu, memotong tali plasentanya, memberinya kain bekas untuk selimut, meletakkannya dimangkok bekas, dan karena gerimis, bayi kucing itu saya bawa ke dalam rumah agar tidak basah. Setelah cukup hangat oleh lampu belajar, istri membuat susu dan berusaha menyuap dengan pipet ke dalam mulut si bayi kucing. Selang setengah jam, si bayi kucing tenang dan terlelap.
Menjelang tidur, saya memberi nama si bayi dengan nama Barnabas Wage, Barnabas karena dia lahir menjelang tanggal 11 Juni (St. Barabas Rasul), dan Wage karena lahirnya adalah Rabu Wage. Demikianlah, malam itu Barnabas terlelap dalam malam pertamanya sebagai makluk ciptaannya. Sebelum Barnabas terlelap, saya melihat kesedihan dalam nafas Barnabas yang terengah engah dan meronta, seperti menahan sakit dan takut karena tidak menemukan induknya.
Pagi hari buta, istri saya mengabarkan bahwa Barnabas telah tiada. Tuhan telah memanggil Barnabas. Seketika saya kaget dan trenyuh. Rupanya Tuhan berkehendak lain. Saya pun segera beranjak, dan benar, mendapati Barnabas sudah tiada. Saya membungkusnya dan me-larung di-kali Irigasi Prima Harapan pagi itu juga.
Tuhan, kami semakin percaya, setiap makhluk Kau ciptakan dengan sukacita karya indah-Mu. (Baca : Aku percaya – yang kelihatan dan tak kelihatan dan PS 672 : Lagu Hai Makhluk Semua). Engkau juga berkuasa penuh untuk mencipta dan mengakhiri hidupnya. Kini, kami yakin, Barnabas telah berada dalam kehangatan kasih sayangmu. Ajarilah kami untuk selalu berbagi kasih kepada semua ciptaan-Mu. Amin
Wednesday, June 10, 2009
Subscribe to:
Posts (Atom)